Rabu, 18 Mei 2011

PERTEMUAN DALAM TUNTUNAN LANGKAH


Mungkin takdir yang menuntun langkahku hingga sampai ke tempat ini. Hingga kini kutlah menjadi bagian dari keluarga besar sekolah ini, salah satu sekolah ternama di kota ini. Kebanggaan dan sedikit beban yang kurasa. Ya, aku bangga lantaran aku bisa ditrima bergabung di keluarga ini dan aku yakin masih banyak orang diluar sana yang ingin menjadi keluarga besar sekolah ini. Tapi sejalan dengan itu aku juga merasa memiliki tanggung jawab untuk ikut membesarkan sekolah ini, setidaknya dengan menyumbangkan prestasi melalui hobi menulis ku. Tapi yang paling penting sekarang, aku harus melupakan beban itu dan menggantinya dengan ketulusan berbuat agar segala yang aku perbuat lebih bermakna dan lebih maksimal.

Beberapa bulan setelah resmi menjadi bagian sekolah ini, kami di perkenalkan dengan berbagai ekstra, dan tibalah saatnya untuk kami memilih menempatkan diri di bagian mana. Kebimbangan yang begitu melanda ku saat itu. Aku bingung memilih untuk bergabung dengan ekstra KIR yang telah ku geluti sejak duduk di bangku SMP, atau mengembangkan hobi menulisku di Ekstra jurnalistik. Berbagai cara kulakukan untuk menentukan pilihanku, bertanya sana sini, meminta pendapat. Tapi ujung-ujungnya aku membulatkan tekat ku untuk masuk ke dunia baru, dunia jurnalistik. Ketika aku memilih dunia ini, aku sedikit bimbang, begitu banyak yang ingin bergabung, tetapi yang bisa menjadi anggota hanya 30 orang. Sleksi harus dilewati untuk menyaring sekian banyak yang ingin bergabung hingga menyusut menjadi 30 orang. Syukurnya aku diterima menjadi anggota ekstra itu.
Hari pertama ekstra, kami diperkenalkan dengan bidang-bidang yang ada di ekstra itu. Begitu banyak dan hampir semua aku sukai. Mulai dari menulis, foto, hingga film semua ada dalam satu ekstra. Kini menjadi bagian dari salah satu ekstra besar di sekolah ini menjadi kebanggaan baru bagi ku. Hari itu juga kami dibagi menjadi beberapa kelompok untuk mengerjakan kording setiap 3 minggu sekali. Dan saat itu lah aku pertama kali mengenalnya, terang saja aku satu kelompok dengannya. Saat itu tak ada yang istimewa bagi ku. Yang ku tau saat itu ia sedang sibuk bermain game dengan laptopnya. Diskusi antara kami sedikit sepi, salah satunya karna kelompok kami tidak lengkap, dua dari kami tidak hadir saat itu. Tak banyak yang kami bicarakan, mungkin bisa dibilang kami hanya bertukar no hp saat itu, agar komunikasi lebih lanjut dapat dilakukan lewat hp.
Bebrapa hari setelah pembagian kemlompok ini, pembina ekstra mengadakan sleksi kepada pengurus maupun anggota baru, untuk mengikuti lomba jurnalistik. Ddalam sleksi ini salah satu rubrik yang aku pilih adalah profil. Saat sleksi kami hanya diberi waktu 60 menit untuk mengerjakan profil, maka kami harus memanfaatkan waktu sebaik mungkin. Aku berfikir tak ada waktu untuk berkeliling di sekolah yang kala itu sudah sore untuk menemukan seseorang yang kemudian bisa aku jadikan narasumber. Segerasa saja aku mengajak orang di sebelahku untuk kujadikan narasumber. Kebetulan ia juga mengikuti sleksi profil maka gampang saja kami saling bertukar utuk wawancara.
Kala itu banyak anak-anak yang mengikuti sleksi duduk-duduk di depan kelas ku. Hingga ketika aku mulai menulis, sepi dan kesunyian pun terasa. Ternyata tinggal aku dan dia di tempat itu. Suara angin yang mendesir dan kicauan burung yang merdu mengiringi ku menulis. Suasana senja dan langit yang mulai memerah di depan kami membuat suasana begitu nyaman. Sesekali dia menanyakan hal-hal yang kurang jelas untuk memnulis profil ku. Dan mungkin saat itulah aku mulai tertegun olehnya. Sesekali aku menepis perasaan itu, tapi semakin aku menepisnya semakin aku meyakininya. Tak pernah aku merasa seperti itu ketika aku bersama orang lain, merasa begitu nyaman dan bahagia.
Kording edisi pertama harus segera di selesaikan. Sayangnya, dia sakit dan kami hanya mengerjakan kording berempat. Aku menyampaikan info tentang pengerjaan kording kepadanya. Aku memberitaukan rubrik-rubrik yang harus dikerjakannya. Tapi ternyata komunikasi kami berlanjut hingga kami akrab. Hari demi hari kulalui, tanpa ku sadari aku dan dia semakin dekat. Pulang sekolah dia sering mencari ku kekelas, untuk internetan atau mengerjakan tugas ekstra. Ia mulai sering mengikuti ku jika aku ada kegiatan. Dan kamipun sering terlihat bersama. Hingga kami sering diganggu oleh teman-teman. Tapi aku tidak mau menilai hal ini berlebihan aku tau dia sudah ada yang punya.
Suatu ketika, aku mendapatkan informasi bahwa lomba debat tingkat SMA yang ku ikuti sejak SMP kini diadakan kembali. Aku memutuskan untuk kembali berpartisipasi. Saat itu aku baru mendapat satu orang yang mau maju dengan ku, dia juga dulu satu SMP dengan ku dan kini kami sama-sama ada diekstra jurnalistik. Aku sedikit bingung untuk memilih satu orang lagi yang bisa menjadi kelompok ku, akhirnya aku memutuskan mengajak dia untuk bergabung dan syukurnya dia bersedia.
Tak terasa, lomba debat itu telah tiba. Tak ada persiapan sedikitpun, kami hanya bermodalkan tekat dan kebranian. Hingga kami kagok ketika bertemu lawan yang memang sudah mantap dari taun ke taun. Kala itu aku sedikit bingung melihat tingkahnya, dan benar saja ada yang tidak beres dengan dia hari itu. Ia memberitaukan tantang kondisinya kala itu. Wajah tanpa ekspresi, kaget dan bingung seketika menrundungku. Kesedihanpun menyelimuti, air mata terasa tertahan di pelupuk mata. Tapi ia memintaku untuk merahasiakan ini dari siapapun. Sesungguhnya ada rasa tidak percaya, tapi itulah kenyataan.  Dan Aku memutuskan untuk mengalah dari lawan agar kelompok kami gugur dan kami bisa segera pulang.

Aku bingung kenapa dia mau memberitau hal itu kepada ku. Aku bingung, aku belum lama mengenalnya, tapi kenapa dia memberitaukan rahasianya kepadaku? Aku menyanyakan hal ini kepadanya dan sederhana saja ia menjawab. “aku percaya sepenuhnya sama kamu“ aku terkejut mendengar pernyataannya walaupun menyiratkan kebahagiaan di hatiku. Ia juga memintaku untuk memperlakukannya seperti biasa, seperti aku memperlakukannya sebelum aku mengetahui tentang kondisinya itu.
Walu sedikit berat aku menyanggupi permintaannya. Aku memperlakunnya seperti biasa walau terkadang aku sedikit posesif. Aku belum bisa menepis perasaanku. Sikapnya kepadaku membuatku semakin meyakini perasanku. Aku bingung, apakah dia merasakan hal yang sama seperti apa yang aku rasakan? Fikiran ku menepis itu, dia sudah ada yang punya sudahlah. Yah kebingungan dan kebimbangan kembali melanda. Sekali lagi aku memutuskan untuk biasa saja.
Sore itu, aku dan dia pergi ke pantai dekat rumah ku. Kami bermain disana, dia terlihat begitu bahagia. Aku senang  senyuman kembali terlihat di wajahnya. Aku baru menyadari ternyata aku dan dia memiliki hobi yang sama. Yaitu bermain di alam. Kami tidak begitu senang bermain di tempat keramaian seperti supermarket atau tempat keramaian lainnya. Alam menjadi pilihan kami karena kami menanggap alam dapat memberikan kesejukan dan kenyamanan. Sebelum pulang ia sempat berkata “kalau aku disuru pualng besok, aku ga akan nyesel, aku udah bahagia banget hari ini” aku sedikit kaget mendengarnya. Mengapa dia bisa begitu bahagia padahal aku dan dia hanya bermain di pantai saat itu. Fikiran ku mulai berjalan-jalan memikirkan banyak hal. Tapi skali lagi aku berusaha menepisnya.
Sekian lama kami lalui dengan kebersamaan dalam persahabatan. Yah walaupun aku membohongi perasaan ku dengan halus. aku merasa bahagia karna aku dan dia bisa saling berbagi. Semakin lama aku merasa dia juga merasakan hal yang sama, tapi lagi-lagi aku berusaha menepisnya. Hingga akhirnya hari itupun tiba. Hari dimana kami jujur dengan perasan masing-masing. ternyata dia juga merasakan hal yang sama. Aku terkejut dan bahagia.
Hari itu terasa begitu berbeda, semua yang berusaha aku tepis ternyata suatu kebenaran yang tidak perlu di tepis. Aku dan dia pun kini bersama, setelah ia memutuskan untuk menjalani semua hanya dengan ku. Ini tak hanya kebahagian bagi aku dan dia, tetapi juga kabar gembira bagi teman-teman di sekitar ku. Satu yang aku tak mengerti hinga sekarang, dan mungkin juga yang tidak ia mengerti hinga detik ini, kenapa aku dan dia bisa saling menyayangi. Tapi yang kami tau pasti aku nyaman dengannya begitu juga dia.
Takdir yang menuntunku berjalan ke tempat ini, membuatku bertemu dengannya. Suratan yang membawaku bergabung dengan keluarga baruku membuat ku menganalnya. Hari-hari yang kulalui kini menumbuhkan kebersamaan antara aku dan dia. Dan kini dia menjadi suatu kebanggan baru di hidupku dan semoga selalu begitu.