Sabtu, 29 Januari 2011

Potret Pendidikan Indonesia


Belajar di kelas sudah menjadi rutinitas bagi setiap siswa. Belajar juga merupakan suatu kewajiban bagi mereka yang masih menyandang status sebagai seorang pelajar. Kegiatan belajar tidak hanya berlangsung di sekolah namun juga dapat berlangsung di luar sekolah. Pada umumnya waktu yang dihabiskan siswa untuk belajar di sekolah, cenderung lebih sedikit dari pada waktu yang dihabiskan di luar sekolah. Waktu yang dihabiskan siswa di sekolah hanya 7 hingga 8 jam dari 24 jam dalam sehari, dan sisanya diisi dengan berbagai kegiatan yang dilakukan di luar jam pelajaran sekolah. Seperti bermain, menjalankan hobi, menonton TV dan lain sebagainya.
Kegiatan belajar yang berlangsung di sekolah atau yang disebut dengan pembelajaran formal diatur oleh peratran-peraturan dari pemerintah dan memiliki kurikulum yang telah ditentukan. Kurikulum pendidikan di Indonesia telah berganti selama beberapa kali. Kurikulum pendidikan yang pernah diterapkan di Indonesia diantaranya adalah KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi) dan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan). KTSP yang berlaku di Indonesia saat ini memberikan ruang bagi guru untuk membuat kurikulum bagi sekolahnya masing-masing. Di satu sisi kurikululum ini dapat menjadi ruang bagi para guru yang kreatif untuk menuangkan ide-ide cemerlangnya tentang kurikulum yang tepat untuk diterapkan dalam sistem belajar mengajar sehingga mampu mencapai hasil belajar yang maksimal dari para siswanya. Namun di sisi lain bagi para guru yang kurang memiliki kreatifitas, maka perkembangan pembelajarn di sekolahnyapun akan ikut gerak jalan atau bahkan semakin menurun.
Sementara itu ujian nasional tetap diadakan dengan tujuan pemerataan pendidikan nasional. Padahal KTSP yang diterapkan dapat menyebabkan terjadinya ketidak merataan hasil pendidikan. SDM guru yang dimiliki oleh sekolah-sekolah di daerah bagian barat tentu saja jauh berbeda dengan potensi atau SDM guru yang dimiliki oleh sekolah-sekolah bagian timur, terutama daerah-daerah pelosok desa yang sekolahnya saja masih memiliki ruang kelas yang tidak layak pakai. Hal ini menunjukan perlu dilakukan suatu sinkroniisasi oleh pemerintah terkait dengan metode dan tujuan pencapain pendidikan Indonesia agar tidak menyebabkan kebingungan di kalangan orang-orang yang berkecimpung di dunia pendidikan.  Semoga KTSP atau yang berupa otonomi pendidikan yang diberikan pemerintah kepada sekolah memang bertujuan untuk memberikan ruang yang lebih kepada sekolah untuk mengembangkan pembelajaran di sekolahnya dan bukan merupakan dalih pemerintah untuk lepas tangan terhadap sistem dan hasil pendidikan di Indonesia.
Pendidikan formal cenderung menekankan pembelajaran yang berada di dalam kelas yang disesuaikan dengan kurikulum yang berlaku di sekolah tersebut. Biasanya pembelajaran ini hanya akan berjalan jika ada guru dan sekelompok siswa. Terkadang guru hanya menyampaikan dan menjelaskan tentang berbagai materi dan teori-teori yang sesuai dengan kurikulum. Tak jarang ada juga guru yang masuk kelas dan menuntut siswanya untuk bertanya sebanyak-banyaknya. Penyampaian materi pembelajaran ini sebagian besar hanya bertujuan memberikan pemahaman dan pengertian tentang suatu materi. Ada juga guru yang hanya berpatokan pada soal-soal yang diprediksikannya akan muncul pada ujian ataupun ulangan umum.
 Maka dari itu materi pembelajaran akan lebih terbatas dan hanya berkutat dan berpatokan pada soal-soal ujian sehingga materi yang dianggap tidak keluar pada ujian pada akhirnya akan diabaikan, biarpun materi itu sesungguhnya penting untuk menunjang kehidupan sehari-hari. Bagi guru yang menuntut siswanya untuk bertanya sebanyak-banyaknya, maka para siswa hanya akan mendapatkan materi sesuai dengan apa yang ditanyakan, tak jarang materi justru melenceng dari topik bahasan. Alhasil pengetahuan siswa kembali hanya terbatas seputar pertanyaan-pertanyaan yang diajukan saja.
Sangat jarang ada guru yang dalam proses pembelajarannya sehari-hari lebih menekankan pada paraktek dan implementasinya dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini menyebabkan siswa kesulitan untuk mengetahui dimana diterapkan dan untuk apa materi-materi yang di berikan oleh ibu bapak guru didepan kelas. Yang mereka tau pasti, adalah mereka harus mendapatkan nilai ujian yang sesuai atau melampaui KKM yang telah ditetapkan oleh pihak sekolah. Ataupun hanya untuk sekedar menyandang predikat “lulus UN” pada ujian nasional. Setelah mereka menjalankan tes-tes itu maka semua materi pelajaran yang diberikan oleh bapak atau ibu guru pun ikut sirna dalam sekejap. Hal ini terjadi lantaran mereka merasa telah mencapai tujuan, yaitu mendapat nilai bagus dan lulus ujian. Alhasil setelah dihadapkan dalam kehidupan nyata kaum terpelajar masih dilanda kebingungan.
Terlepas dari sistem pendidikan formal, ada sistem pendidikan informal yang ada di luar lingkungan sekolah. Pendidikan ini utamnya didapatkan sejak dini di lingkungan keluarga. Pendidikan ini berupa penanaman sikap mental dan pembentukan kpribadian. Pendidikan ini dapat diberikan secara langsung oleh orang tuanya. Namun sebagian besar pendidikan ini dilakukan secara alami oleh seorang anak dengan meniru orang-orang yang lebih dewasa darinya. Orang-orang yang lebih dewasa ini dianggapnya menjadi figur panutan. Mereka meniru dari hal-hal kecil hinga kebiasaan dari orang-orang sekitarnya. Seperti cara makan, penampilan, gaya bicara, sopan santun hingga akhirnya membentuk suatu kepribadian dari seorang anak.
Media informasi dan teknologi juga dapat dijadikan sebagai media edukasi. Media informasi dan teknologi juga merupakan salah satu media yang secara tidak langsung berpengaruh terhadap perkempangan keperibadian dari seorang anak. Melalui media informasi seperti televisi, radio, dan internet siapa saja dapat mendapatkan informasi apaun yang diingingkannya. Bagi anak-anak yang belum bisa memilah-milah mana hal yang baik dan hal yang buruk, ia akan menerima berbagai informasi begitu saja.
Seperti tayangan tentang tindakan kekerasan yang dilakukan saat rapat paripurna atau bahkan tindakan korupsi yang dilakukan oleh pejabat-pejabat kita. bukan tidak mungkin anak-anak menganggap hal ini sebagai hal yang bisa yang menyebabkan ia ingin meniru tindakan ini. Selain itu sinetron-sinetron juga memenuhi jam tayang di TV. Saat ini sebagian besar sinetron yang ditayangkan bersifat kurang mendidik. Tidak bisa dipungkiri media-media seperti ini juga memiliki peran dalam pendidikan dan pembentukan sikap mental para generasi muda.
Dari hal ini kita bisa melihat, bahwa di pendidikan formal para generasi muda sebagaian besar hanya diarahkan dan ditargetkan untuk mencapai nilai tinggi saat menghadapi ulangan dan ujian. Bukannya ditekankan kepada praktek dan implementasinya pada kehidupan serahi-hari. Padahal tujuan utama untuk bersekolah adalah untuk menjadi orang yang siap menghadapi kehidupan nyata yang menghadapkan kita pada berbagai tantangan. Bukannya hanya untuk mendapatkan nilai-nilai diatas kertas. Yang digunakan di kehidupan nyata adalah kemampuan dan pengetahuan, tidak cuma angka-angka yang dapat bersifat manipulatif. Di pendidikan informal, anak-anak bangsa telah mengalami krisis figur. Karena begitu sulitnya mencari figur, tak jarang justru banyak anak-anak yang salah langkah karena melihat figur-figur yang tak patut dijadikan panuatan.
Sebaiknya pemerintah yang memegang sistem pendidikan formal dan media yang memegang sistem pendidikan informal sebaiknya melakukan suatu evaluasi dan kerja sama. Pendidikan formal yang saat ini bertujuan sebatas mengejar angka, sebaiknya kembali diarahkan untuk menjadikan dan memacu anak-anak bangsa untuk mengejar masa depan bukannya justru mengejar angka-angka di atas kertas atau nilai semata. Media yang sebagian besar menayangkan-tayangan yang sifatnya kurang mendidik sebaiknya kembali diarahkan untuk menayangkan berbagai acara yang dapat membantu untuk mendidik dan membentuk sikap mental dari para generasi muda. Kedua aspek ini dapat bekerja sama dengan saling menunjang untuk memajukan generasi muda yang pastinya nanti akan baerdampak pada perkemabangan Bangsa dan Negara Indonesia kedepannya.

                                                

Tidak ada komentar:

Posting Komentar