Minggu, 04 November 2012

kisah dalam sebuah cerita

Hari ini hari pertama pemsor. Dengan nasib anak IPS yang slalu serasa "di anak tirikan" smangat belajar tetap dikobarkan. Panasnya ruangan sementara kita "LAB FISKA" seakan ikut memanaskan suasana. Saat ini plajaran ekonomi, salah satu pelajaran yang akan di UNkan. Tapi plajaran kali ini sama skali tidak menarik minat kami. Guru didepan berbicara tanpa banyak diperhatikan oleh teman-teman sekelas ku, termasuk aku yang skarang sedang menulis postingan ini. Kami bukannya tidak mau belajar. Tapi suasana dan (maaf) mungkin juga guru yang mengajar belum mampu menarik perhatian kami. Di beberapa pelajaran dan suasana tertenu kelas kami sangat hidup dengan diskusi dan perdebatan. Dan saat itulah kami benar-benar hidup. Dan yang harus anda tau, itulah spirit kami yang sesungguhnya.

Tuntutan kami yang merasa diperlakukan tidak adil seringkali terlontar melalui celoteh, cletukan bahkan juga tindakan. Kelas (ups tepatnya lab fisika) panas yang tertutup layaknya gua. Tak ada kipas angin apalagi AC, pendingin ruangan yang biasanya ada di sekolah RSBI. Setiap guru yang mampir kekelas ini sempat saja mendengar keluhan kami, siswa kelas 3 yang sebentar lagi UN dan meninggalkan sekolah ini, masih saja mendapatkan nasib yang bisa dibilang kurang beruntur. Belajar sering terusir kesana sini. humm, cerita tersendiri bagi Kami IPS 34.

Terkadang kami juga merasa anak ayam kehilangan Induknya. Wali kelas antara ada dan tiada. Jauh berbeda dengan wali kelas kami saat kelas 11. Kami sangat diperhatikan secara detail, sampai ke ujung rambut. Namun skarang, wali kelas tak ada bedanya dengan guru-guru lain, mengajar mengabsen dan hanya mengomeli tanpa perhatian lebih layaknya ibu kandung kami di sekolah. yah beginilah nasib kami siswa IPS RSBI, sedikit, tak beribu, dan terkadang terusir, tinggal dengan serba kekurangan, berbeda dengan tetangga sebelah kami...:D

Kami memang terkenal dengan anak-anak yang nakal, bahkan kami dibilang acuh, sering terlambat bahkan bolos. Yah memang ada saudara kami yang seperti itu, tapi bukan berarti mereka tak bisa apa. Mereka hannya belum merasakan tempat ini benar-benar rumah ke 2. layaknya selogan yang sering di dengungkan. Mereka bahkan kami dan saya belum merasakan kehangatan antara guru dan siswa, layaknya keluarga. Dimana juga sering diserukan guru adalah orang tua ke-dua, dan warga sekolah adalah keluarga ke dua.

Saya berharap, kami juga berharap, sekolah tidak hanya sekedar belajar diatas kertas guna mendapat sebuah angka yang dianggap nilai tanpa suatu kelayakan. Tapi sekolah bagi saya, bahkan bagi kami adalah suatu kehidupan disebuah rumah, dengan kehangatan dan kebersamaan hingga kami mampu memahami untuk apa dan bagaimana kita menjalani Hidup yang sesungguhnya....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar